KEMITRASEJAJARAN PRIA-WANITA DALAM ISLAM SEBAGAI KRITIK WACANA PATRIARKIS DAN TEOLOGI FEMINISME
KEMITRASEJAJARAN PRIA-WANITA DALAM ISLAM SEBAGAI KRITIK WACANA PATRIARKIS DAN TEOLOGI FEMINISME
DOI:
https://doi.org/10.59579/ath.v3i2.8664Kata Kunci:
Tafsir, Gender, Patriarki, Feminisme, KemitrasejajaranAbstrak
Abstrak
Patriarki merupakan sebuah sistem yang menempatkan laki-laki dewasa pada posisi sentral atau yang terpenting, sementara yang lainnya seperti istri dan anak diposisikan sesuai kepentingan the patriarch (laki-laki dewasa tersebut). Dalam sistem patriarki, perempuan diposisikan sebagai istri yang bertugas mendampingi, melengkapi, menghibur dan melayani suami (the patriarch), sementara anak diposisikan sebagai generasi penerus dan penghibur ayahnya. Sistem ini berpengaruh terhadap interpretasi maupun pemahaman agama, dalam hal ini ajaran Islam. Interpretasi agama dengan lensa patriarki dapat melahirkan budaya patriarki yang memosisikan perempuan harus selalu dan senantiasa di bawah laki-laki dan laki-laki harus selalu dan senantiasa berada di atas perempuan, yaitu dalam posisi memimpin, mengatur dan menguasai, terlepas apakah laki-laki tersebut mampu dan memenuhi syarat atau tidak. Pemahaman ini kemudian mendapatkan dekonstruksi dari gerakan feminisme yang menggugat interpretasi dan pemahaman yang cenderung patriarkis tersebut seperti konstruksi teologi yang dilakukan oleh beberapa tokoh muslim seperti Riffat Hassan, Ameena Wadud dan lain sebagainya untuk mewujudkan kesetaraan gender tersebut, sayangnya Konstruksi teologi kesetaraan gender yang dibangun Riffat Hassan misalnya hanyalah mengadopsi konsep teologi feminisme yang berkembang di Barat. Padahal berbeda dengan perempuan di Barat yang memiliki sejarah yang kelam lantaran perempuan dipandang hina dan diperlakukan secara diskriminatif, dalam Islam perempuan justru dimuliakan. Kedatangan Islam telah mengeliminasi adat-istiadat jahiliyah yang merugikan kaum perempuan serta mengangkat harkat dan martabat mereka. Kalau subordinasi terhadap perempuan di Barat mendapatkan legitimasi dari Bible, dalam al-Quran perempuan justeru dimuliakan. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman baru terhadap agama dengan menggunakan perspektif keadilan gender bahwa relasi dalam Islam bukanlah seperti pemahaman dalam budaya patriarki maupun kesetaraan gender seperti yang digaungkan oleh feminisme barat melainkan keserasian gender dalam bentuk kemitrasejajaran pria dan wanita.
Kata Kunci: Tafsir, Gender, Patriarki, Feminisme, Kemitrasejajaran.
