GAGASAN MUHAMMAD ISNA WAHYUDI DALAM BUKU “FIQH IDDAH KLASIK DAN KONTEMPORER” TENTANG IDDAH SUAMI PERSPEKTIF QIRA'AH MUBADALAH
Abstract
Penelitian ini membahas tentang gagasan Muhammad Isna Wahyudi tentang iddah suami. Gagasan beliau tertuang di dalam buku beliau yang berjudul “Fiqh ‘Iddah Klasik dan Kontemporer”. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana faktor yang melatarbelakangi munculnya gagasan Muhammad Isna Wahyudi tentang iddah suami. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang semakin pesat, serta tuntutan masyarakat yang banyak menyuarakan tentang kesetaraan gender, mampu mempengaruhi pemikiran dan pemahaman seseorang terhadap penafsiran suatu ayat di dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi. Begitu juga beliau Muhammad Isna Wahyudi khususnya dalam permasalahan iddah. Beliau sebagai orang yang berpendidikan dengan melihat kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi mendorong beliau untuk melakukannpembacaan ulang terhadap ayat Al-Qur’an maupun teks hadis agar sesuai dengan konteks masa sekarang. Terutama dalam bidang kedokteran, iddah yang selama ini kita pahami mempunyai tujuan untuk mendeteksi kebersihan rahim, dengan hadirnya alat yang canggih dalam bidang keddokteran mampu mendeteksi rahim dalam jangka waktu yang sebentar serta hasil yang akurat. Sehingga,tujuan iddah yang selama ini kita pahami dianggap sudah tidak relevan pada masa sekarang. Muhammad Isna Wahyudi sebagai seorang hakim, sering dihadapkan dengan tuntutan masyarakat terhadap kesetaraan gender dalam pelaksanaan hukum yang masih bias gender. Hal ini mendorong beliau untuk menggali gagasan baru yang dapat memenuhi tuntutan masyarakat tersebut. Oleh karena itu, beliau memunculkan gagasan baru dalam permasalahan iddah, dimana iddah dapat berlaku baik bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan metode analisis tekstual dan kontekstual melalui teori Hans George Gadamer tentang hermeneutika keterpengaruhan, dapat disimpulkan ada dua hal latar belakang munculnya gagasan Muhammad Isna Wahyudi, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Kemudian gagasan Muhammad Isna Wahyudi jika dibaca melalui kacamata teori Mubadalah memiliki relevansi yang sejalan, yakni keduanya memiliki konsep yang sama di dalam kesetaraan dan kesederajatan martabat manusia sebagai manusia seutuhnya, khususnya dalam hubungan antara pria dan wanita.