KONSIDERASI MASLAHAH DALAM ATURAN PERNIKAHAN SUAMI SELAMA BERLANGSUNGNYA MASA IDDAH ISTRI (Studi di KUA Kecamatan Watumalang Terhadap Implementasi Surat Edaran Dirjen Bimas Islam NO.P.005/DJ.III/HK.00.7/10/21 )
Suami, Iddah Istri, Maslahah, Maqasid, KUA Watumalang
Abstract
Pada surat edaran terbaru Dirjen Bimas Islam menetapkan bahwa suami yang
menceraikan istrinya maka diberlakukan masa menunggu baginya yaitu sampai masa
iddah (menunggu) istrinya selesai. Surat edaran ini telah di diberlakukan di KUA
Watumalang sejak diterbitkannya surat edaran tersebut. Dalam konteks Islam itu
sendiri tidak ada aturan yang jelas terkait dengan larangan menikah bagi seorang
suami yang telah bercerai, dalam perspektif ini ada semacam kesenjangan aturan
antara fiqih dan surat edaran tersebut sehingga penulis tertarik untuk menganalisa
persoalan ini dari perspektif maslahat Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu
penelitian kualitatif, dimana penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan
sebagai langkah dalam menganalisa permasalahan yang ada, dan juga didukung
dengan wawancara sebagai tindakan yang akan memperkuat data penelitan. Hasil dari
penelitian ini adalah bahwa walaupun secara fiqh, tidak ada yang mengatur tentang
larangan bagi serang mantan suami, akan tetapi dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan yang berkaitan dengan aturan poligami di Indonesia dan juga
pencatatan perkawinan dapat terealisasi serta tercegahnya siasat hukum yang
notabenya merupakan tndakan yang dikritik oleh tokoh maqasid yaitu Ibnul Qoyyim,
maka penulis berpendapat bahwa KUA kecamatan Watumalang telah melakukan
tindakan yang tepat. Bagi suami yang benar-benar mempunyai niatan untuk menjaga
agama dengan melakukan pernikahan yang baru dapat mengajukan permohonan ke
Pengadilan Agama, dan hakim kemudian yang memutuskan apakah kemaslahatan
tersebut dapat mengalahkan kemadhartan dari pernkahan dalam masa iddah istri.