Kritik Buya Hamka Terhadap Tafsir Misoginis Atas Hawa (Studi Kisah Turunnya Adam ke Bumi dalam Al-Qur`an)
Adam, Hawa, Hamka, Tafsir Misoginis, Gender
Abstract
Banyaknya narasi Al-Qur’an yang dekat dengan isu perempuan, rupanya menjadi titik kontroversi dengan munculnya beragam penafsiran. Seperti hal kisah turunnya Adam dan Hawa dari surga. Banyak sekali tafsir-tafsir klasik yang menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan drama kosmis tersebut menggunakan riwayat-riwayat Israilliyat yang sulit untuk dilakukan pelacakan terkait benar tidaknya baik dari segi redaksi, rantai riwayat maupun lainnya. Pemaparan redaksi yang secara eksplisit menyalahkan Hawa menguatkan konstruksi patriarkis di dalam masyarakat. Keterpinggiran perempuan semakin tidak bisa dihindarkan sedang garis batas perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan semakin jelas. Mufassir kontemporer seperti Buya Hamka kemudian mengkritisi tafsir-tafsir yang bermuatan misoginis tersebut dan mengonternya dengan pembelaan-pembelaan terhadap kaum perempuan di dalam karya-karyanya. Ada dua pertanyaan penting yang akan dikaji: (1) Bagaimana jejak historis turunnya Adam dan Hawa ke bumi di dalam tafsir klasik (2) Bagaimana kritik Buya Hamka atas konsep misoginis mengenai turunnya Adam dan Hawa dari surga? Dalam penelitian ini, gender digunakan sebagai pisau analisa setelah melakukan kajian ayat melalui metode content analysis Dari pembacaan tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa penafsiran mengenai turunnya Adam dan Hawa dari surga di dalam tafsir klasik dengan percampuran riwayat Israilliyat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan melahirkan tulisan bernada misoginis dan begitu merugikan pihak perempuan. Melihat ini, Buya Hamka memberikan komentar, dan menyatakan penolakannya terhadap redaksi-redaksi yang menyatakan Hawa bersalah. Beliau kemudian mengemukakan pandangan bahwa sebetulnya, dalam konteks ini Adamlah yang bersalah dengan menyandarkan interpretasinya dengan redaksi ayat-ayat lain yang terkait, serta kuatnya penekanan beliau mengenai berpikir logis. Sebagai seorang mufassir dengan pandangan tersebut, memberikan kontribusi baru dalam bidang penafsiran. Terkait ayat-ayat yang dekat dengan isu perempuan, tafsiran beliau terbagi menjadi beberapa fragmen, sehingga bisa disimpulkan bahwa Buya Hamka memiliki pandangan gender yang kompleks.