TEMA PROCEEDING : "Implikasi UU JPH terhadap Aspek Ekonomi, Sosial dan Budaya

Kajian akademik tentang lembaga sertifikasi halal sangat menarik dan memberikan kontribusi nyata untuk pengembangan LPPOM yang berperan merintis sertifikasi halal dari voluntary ke mandatory hingga lahirnya UU No. 33/2014 tentang JPH Sebagai tindak lanjut dari UU JPH, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama di dalamnya menegaskan kedudukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya setingkat dengan Direktorat Jenderal. LPPOM MUI juga  ikut mensosialisasikan UU JPH, karena ini bagian dari kesinambungan terwujudnya visi, misi, dan tujuan MUI. LPPOM MUI akan tetap memiliki masa depan yang cemerlang, pertama sebagai Lembaga Sertifikat Profesi (tentu dalam rangka membantu BPJPH) menyiapkan Auditor Halal, penetapan kehalalan produk, dan akreditasi LPH. Kedua, LPPOM tetap sebagai LPH dengan modal sudah berpengalaman dan sudah memiliki auditor halal. Pada masa-masa injury time, LPPOM MUI juga berbenah diri untuk menyesuaikan diri dengan UU JPH ini.

Proses aktualisasi pengamalan keagamaan masyarakat Islam Indonesia salah satunya ditandai oleh pemanfaatan produk halal. Hal ini berhubungan dengan upaya menjalankan  agama yang sesuai dengan petunjuk  ajarannya. Konsumsi produk halal menjadi salah satu tuntutan kehidupan umat muslim terutama berkaitan dengan tuntutan ajaran agama yang mengharuskan umatnya untuk mengonsumsi makanan dan produk lainnya yang halal dan baik (thoyyib).

Melalui kegiatan seminar nasional dan Launching lembaga Pemeriksa Halal dengan tema “Implikasi UU JPH terhadap aspek ekonomi, sosial dan budaya” telah berhasil menghasilkan karya akademik dalam bentuk proceeding dari para penulis lintas kampus perguruan tinggi di nusantara. Hasil penelitian dari Muhammad Aziz & Fadholi M Noer menyoroti penyelenggaran jaminan produk halal pasca diterbitkannya Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal menjadi tanggung jawab lembaga yang disebut dengan Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hasil riset berikutnya dilakukan oleh Hery Purwanto memberikan rekomendasi tentang pentingnya Prinsip marketing halal setidaknya memperhatikan dua faktor mengenai konsep halal, Riset selanjutnya oleh Muhammad Aziz dan Mashudi menyikapi prinsip-prinsip kaidah ushul fiqih dalam analisis produk halal. Selanjutnya persoalan fatwa makanan halam sorot dengan bijak oleh Muchamad Takhim dan Ratna Wijayanti. Riset berikutnya tentang dominasi simbolik MUI yang selalu diuntungkan dan mendapatkan posisi yang strategis di  masyarakat maupun pemerintahan dikarenakan habitus, modal, dan arena yang dimiliki MUI berada pada posisi yang lebih kuat dibandingkan yang lainnya, dipaparkan oleh Suad Fikriawan dengan lugas.Adapun riset berikutnya oleh Nurma Khusna Khanifa dan Safwan, menyoroti tentang screening criteria untuk aspek syariah menyangkut masalah kehalalan bagi produk yang diberikan oleh perusahaan yang bersangkutan, serta juga ketentuan organisatoris bagi perusahaan tersebut yang harus melibatkan unsur pengawasan syariah, yaitu proses penyaringan Efek menjadi Efek syariah didasarkan pada 2 (dua) kriteria, yakni kriteria bisnis (kualitatif) dan kriteria keuangan (kuantitatif). Hasil riset berikutnya dilakukan oleh Hendri Hermawan, Mahmud & Sih Darmi Astuti yang menjelaskan tentang variabel “produk emotikonik islami” yaitu produk yang halal dan toyyib (bermanfaat), memiliki kekuatan ukhuwah dan barokah (berkah), sebagai suatu pengembangan dari konsep produk halalan thoyyiban. Hasil riset berikutnya dipaparkan oleh Muhamad Ali Mustofa Kamal yang menjabarkan variabel unik term “thoyyib” dengan pemikiran tafsir Al-Qur’an dari teks ke pemahaman konteks yang akan menjadi standar pengembangan kriteria sertifikasi halal yang selaras dengan norma Al-Qur’an yang dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan iptek. Hasil riset berikutnya oleh Muchamad Fauzi yang menjelaskan tentang signifikansi penentuan fatwa hukum halal di Indonesia, dapat dilihat dari dzat atau substansi barangnya dan cara mendapatkanya. Selanjutnya Akmal Bashori di sesi akhir proceding memaparkan tentang pribumisasi Hukum Islam melalui Sertifikasi halal berbasis pendekataan inter-cultural menyimpulkan adanya pribumisasi hukum Islam melalui sertifikasi halal telah mengalami pergeseran paradigma (Shifting paradigm) dari tradisi konvensional menuju tradisi berbasis halal-cultur di masyarakat Indonesia.

Tiada gading yang tak retak. Kontribusi ilmiah dalam naskah proceding ini semoga memberi efek nyata di masyarakat, bangsa dan negara. Para pembaca yang budiman, senantiasa kami tunggu masukan dan inisiasinya menuju riset berikutnya yang berkelanjutan (sustainable) dalam rangka mengedukasi pentingnya produk halal bagi masyarakat Muslim dan Indonesia.